Hamparan jingga masih
terlukis luas diatas, di tutupi dengan gumpalan-gumpalan awan hitam, seakan
matahari tak ingin muncul untuk memancarkan kilauan cahaya yang indah. Setetes
demi tetes air membasahi pepohonan
seakan dedaunan rela diguyuri oleh rintikkan hujan diatas langit. Setelah satu
jam kemudian, tak ku sangka sudah tidak ada air yang menetes jatuh lagi ke
tanah yang hanya ada gumpalan-gumpalan air yang menjadikannya genangan. Masih
terdengar gemuruh dengan cahaya sekilat di langit, lalu hembusan angin
menyentuh tubuhku yang membuat ku sadar dari lamunan. Aku masih gundah dengan
pertanyaan demi pertanyaan yang telah dilontarkan oleh teman-teman kampusku.
Wednesday, 2 March 2016
CERPEN BERMAKNA "Sekilau cahaya di kampusku"
Banyak pertanyaan yang sering
dilontarkan dengan jawaban-jawaban yang sulit di cerna olehku. Entah tentang
meneruskan pengabdian untuk menjadi mahasiswa disini, atau meneruskan
perjuanganku diluar sana nanti. Aku masih bimbang dengan keputusan yang harus
kulakukan. Perang batinpun sering menimpaku saat ini, seakan tak kuasa
menghadapi semua yang terjadi. Perasaan ini mulai bergejolak dan rasanya ingin
kuhilangkan sekejap saja, agar aku bisa
tenang dan dapat menerima pelajaran. Akhir-akhir ini aku tidak fokus
pelajaran karena memikirkan hal itu. Allah pasti memberikan jalan terbaik
nantinya. Aku akan selalu siap dengan keputusan yang kuterima.
“
reza kok dari tadi melamun saja, mikirin apa sih ?” kata wisnu menanyakannya
kepadaku
“
gak apa-apa kok cuman masalah kecil, gak perlu di bahas dan dipikirkan lagi”
kataku
“
beneran gak apa-apa, kalau ada masalah cerita aja sama ana dan sandi. Ana siap
bantu ente kapanpun, supaya gak jadi beban nantiya” kata wisnu
“
lebih baik kita makan aja, ntar kita lanjutin lagi obrolannya” kata sandi
sambil memegang perutnya yang kelaparan
Mengapa Ketika sedang makan kuterus memikirkan
masalah yang sedang kuhadapi. Hatiku gundah gulana terhadap apa yang menjadi
pikiran dan beban saat ini. Ku lihat rembulan malam menyelimuti dinginnya hati
yang berbunga merekah seakan mereka tak ingin menguncup kembali . Ku lihat
temen-temenku di pondok sudah mantap dengan masa depan mereka yang mereka
cita-citakan selama ini mereka sudah mempersiapkan soal-soal test yang akan di
ujikan nanti. Apalagi temenku yang di luar pondok mereka sudah menempati
universitas yang populer dan ternama di kota jabodetabek sedangkan aku masih
bingung meneruskan di universitas mana yang akan aku pilih. Ada perasaan iri
terhadap temen-temenku di luar mereka menceritakan pengalaman-pengalaman
menariknya di kampus mereka masing-masing. Tapi aku sudah tekad aku akan
menceritakan masalah-masalahku kepada teman kerabat dekat yakni wisnu dan
sandi. Mungkin tunggu meninggal waktu saja untuk menceritakan semua masalahku
kepada kedua sahabatku.
Keesokan harinya, aku akan
menceritakan semua kepada temen kerabat dekatku sekalian ingin mengetahui
mereka mau melanjutkan dimana setelah masa pengabdian ini. Sekarang hari minggu
waktunya bersih- bersih kampus. Semuanya sedang sibuk dengan kegiatan atau
pekerjaan mereka masing-masing. Duh, kayaknya tidak bisa sekarang aku
menjelaskan masalah ku kepada temen karibku. Wisnu sedang membersihkan halaman
kampus sedangkan sandi sedang membersihkan ruangan perpustakaan. Mungkin ketika
masuk kelas nanti aku akan menjelaskan masalahku ini.
Jam kuliah pun tiba sekarang
pelajaran yang paling aku senang yaitu pelajaran matematika. Aku memperhatikan
apa yang sedang dosen jelaskan dan terangkan dengan saksama. Pandanganku tidak
bergerak sedikitpun bagaikan mata elang yang sedang ingin memangsa musuhnya.
Tapi sebenarnya aku heran kepada semuanya dari sekian banyak temen sekelasku
hanya kami bertiga yang suka dengan pelajaran matematika hanya aku, Sandi dan Wisnu.
Entah kenapa aku menyukai pelajaran matematika. Dalam hidupku mungkin
matematika sebagai acuan ilmu dari semua bidang. Matematika
diibaratkan aku seperti seorang detektif
yang dapat memecahkan masalah-masalah yang rumit. Akhirnya jam kuliah
pun selesai,
aku langsung menarik kedua temenku untuk
berbicara masalah yang ku pendam selama ini.
(Setibanya
di
Pepustakaan)
“
Wisnu, Sandi. Aku pengen bicara sama kalian bertiga di perpustakaan. Masalah
yang ingin ku ceritakan kepada kalian” kataku terhadap kedua temenku
“
bagus kalau gitu berarti kamu masih percaya sama kita berdua” kata Sandi
“
gini nu, san. Aku masih bingung dengan masa depanku nanti. Aku belum tahu
meneruskan dimana setelah pengabdian ini.
Sekalian aku juga pengen tahu kalian mau lanjut di universitas apa? .”
Kataku
“
maaf za, sebelumnya kami tidak kasih tahu ke kamu. Kami sudah sepakat akan
melanjutkan disini. Karena kami merasa senang dengan pelajaran dan pendidikan
di kampus ini. aku banyak pengalaman tentang perihal-perihal yang belum
kurasakan sebelumnya di pondok seperti aku belajar mengajar TPA dan belajar
bisnis. Kamu tahu kan, bahwa cita-citaku menjadi pengusaha.” Kata Wisnu
“
iya za,
aku juga merasakan apa yang Wisnu alami selama ini. Kemarin aku di
tunjuk jadi imam dan kultum. Walaupun aku tidak bisa tapi ku berusaha melakukan
yang terbaik. Karena bagiku ini adalah sarana bagiku untuk meniti jalan untuk
bermasyarakat. Coba kalau kamu lihat di luar. Mungkin aku tidak bisa apa-apa
nantinya”.Kata sandi
Setelah mendengar kata-kata mereka
aku tersentuh apa yang telah di ucapkan kepada kedua temanku. Aku langsung
membasuh dengan air wudhu, butiran air
mengalir dari ujung kepala sampai ujung kaki. Air tersebut menyerap seluruh
pori-pori kulitku dan membuat aku merasakan kesegaran dari air wudhu tersebut.
Perasaan menjadi damai laksana kekangan rantai dalam tubuhku hilang begitu
saja. Burung- burung berkicau melayang terbang ke angkasa seakan ia bebas tidak
ada yang mengganggunya. Begitulah perasaanku selama ini, aku lega sudah menceritakan
kepada kedua temenku. Hati ini menjadi tentram. Ketika aku memasuki kamar.
Temen sekamarku bilang aku di panggil oleh BAAK ke kantornya sekarang. Ada
masalah apa ya sampai-sampai Pak Sutrisno memanggilku (dalam hatiku mengucap).
(Tok..
tok.. ku ketuk pintunya hingga tiga kali. akhirnya beliau membukakan pintunya)
“
ada apa ya, bapak memanggil saya ke kantor.” Tanyaku yang tidak tahu apa-apa
“
kamu pura-pura tidak tahu apa-apa. Coba tebak kenapa saya memanggil kamu kemari”.
Kata Pak Sutrisno dengan nada yang lantang
“
emang salah saya apa pak?,. saya bisa di panggil kemari”.kataku
“
kamu tidak masuk pelajaran makroekonomi sudah lebih dari tiga kali. Masih
menentang kamu tidak tahu apa-apa. Sekarang saya kasih kamu hukuman surat
peringatan 1. Agar kamu tidak mengulangi kesalahan kamu lagi. Masih untung saya
kasih surat peringatan 1. Coba tidak, kamu tidak bisa dapat nilai dari SKS itu. Mengerti tidak
!.” kata Pak Sutris dengan nada marah yang sangar
“
mengerti pak.” Kataku sambil terdiam
(
setelah menerima surat peringatan. Hp ku berdering. Ibu kirim pesan sms kepada
ku)
From
: ibu
Reza belajar yang rajin ya nak, ibu
selalu mendo’akanmu. Jangan pernah lupa shalatnya dan jaga kesehatannya di
sana. Ibu mendukung apa yang menjadi keputusan Reza nanti kalau itu benar di
mata Allah
To
: Reza
Setelah mendapat atau membaca sms
ibuku merasa bangkit dan semangat dari ketepurukanku. Mungkin ini teguran dari
allah kepadaku supaya aku rajin belajar dan tidak pernah bolos kuliah lagi.
Kalau di pikir-pikir apa enaknya ya bolos kuliah seperti itu. Aku jadi dzholim
terhadap diriku sendiri, orang tua dan dosen yang mengajar. Kasihan orang tuaku
sudah membiayai semua keperluanku di kampus ini tetapi yang ku balas hanya bolos
kuliah sampai lebih dari tiga kali. Apalagi ayah yang banting tulang untuk
membiayaiku kuliah. Sekaranng waktunya memulai dari nol lagi akan ku ubah
hidupku ini menjadi lebih baik. Kini aku bagaikan kertas putih yang akan ku
ukir dan tulis dengan rangkaian kata-kata indah sehingga semuanya nampak
tersenyum berseri-seri melihatnya. Tidak pernah menyesali ataupun dendam marah
terhadap hal yang sudah berlalu, dan tak menyimpan rasa khawatir yang
terlampaui berlebih akan waktu yang akan datang maka itulah sebenarnya
kemurahan sejati.
Hari demi hari ku jalani bersama
dengan waktu tak terasa sudah di penghujung perjalanan pengabdian. Kini masa
pengabdian sudah di akhir masa, genap sudah hampir setahun ku menjalaninya
dengan baik. Walaupun ada sedikit masalah dengan masa pengabdian kemaren. Ku
bersyukur hanya surat peringatan yang keluar coba surat keputusan ynag menjadi
keputusanku sehingga dapat menghentikan masa pengabdianku. Berarti Allah masih
sayang sama aku, setelah mendapat masalah kemarin kewajibanku seorang hambanya tidak
pernah putus menjalankan ibadah shalat dan puasa senin-kamis. Semua aktifitas
kampus aku kerjakan semaksimal mungkin. Ku melakukan yang terbaik. Tugas-tugas
dari dosen ku selesaikan dengan tepat
waktu. Demi mendapat nilai yang maksimal. Aku menutupi semua kekurangan nilaiku
dengan belajar giat bila tidak tahu aku menanyakan dosen langsung apa yang
tidak ku pahami. Ketika temen-temenku kurang paham ku langsung menjelaskan apa
yang ku pahami, kalau belum paham kami mengerjakan bersama-sama.
(
tiba-tiba Wisnu dan Sandi menepukku dari belakang. Hampir ku kaget di buatnya.
Wisnu langsung memulai pembicaraan)
“
sebentar lagi kan UAS, kita belajar bareng ya di perpustakaan” kata Wisnu
“
pokoknya perpustakaan adalah sarana kita untuk belajar bareng, setuju kan!.”
Kata Sandi
“oke
kalau gitu, ntar malam kita begadang di perpus sambil minum kopi” kataku
“sip
dah kalau gitu, ku terima janji kalian. Awas aja gak datang traktir nasi padang
ya.” Kata Sandi
“
(tertawa kecil) aneh- aneh aja kamu san, pasti kita berdua datanglah lagipula
sekarang lagi tanggal tua untuk apa coba traktir nasi padang. Betul kan za.”
Kata Wisnu
“ benar tuh wis,” kata ku
Di malam hari semua Nampak sibuk
dengan buku dan laptop yang digenggam. Entah mereka mencari website tentang
pelajaran yang akan di ujikan atau membaca artikel- artikel tentang pelajaran
yang akan diujiankan esok hari. Kami bertiga bergegas segera ke perpustakaan
dan berharap buku yang kami inginkan atau cari masih ada di perpustakaan.
Untungnya di perpus kami masih sepi. Jadi, kami langsung mengambil buku yang
ada untuk di jadikan bahan-bahan pembelajaran di malam ini.
“
Wisnu, gimana caranya menghitung pendapatan nasional.” Kata ku
“
oh, itu . coba kamu pahamin dulu yang ada di buku. Ntar kalau masih bingung
biar ku kasih tahu. Soalnya yang di buku sudah terperinci kok.” Kata Wisnu
“
gimana sih kamu nu, orang Tanya malah di suruh lihat buku bukannya langsung
kasih tahu caranya.” Kata Sandi
“
gak apa-apa kok, ku sudah paham ternyata gampang juga yah.” Kata ku kepada
kedua temenku
Tiba- tiba ku lirik jam dinding
waktu menunjukan pukul 12 malam. Segera ku bangunkan temen-temenku soalnya
perpustakaan akan tutup sebentar lagi. Seorang
staf dari perpustakaan menyuruh kami untuk meninggalkan tempat sesegera
mungkin. Sesampainya di kamar, ku tatap handphoneku ternyata ada sebuah
panggilan dari ayah sebanyak 13 kali. Ku terdiam menatapi handphone dengan
saksama. Mengapa ayah meneleponku malam-malam begini?. Pada waktu itu ku abaikan karena sudah larut malam, paling
tidak ayah menyuruhku untuk minum vitamin sebelum tidur.
Berjalannya waktu hari-hari ujian
telah selesai, sekarang waktunya untuk yudisium pengabdian. Semua temen-temenku
berkumpul untuk menunggu panggilan dari rector kampus. Sandi, aku dan Wisnu di
panggil secara berurutan nomornya dari 19 sampai 21. Perasaan hatiku senang dan
gembira walaupun yudisium ini tidak setegang waktu di pondok lalu. Liburanpun
tiba akhirnya aku memesan tiket bis untuk pulang ke Jakarta. Ketika di bis aku
merenung dan ingin mengetahui bagaimana kabar kedua orang tuaku di rumah. Sudah
sekian lama tak berjumpa dengan mereka. Setelah berjam-jam di bis akhirnya aku
sampai juga di rumah. rumahku tidak berubah seperti yang dulu
(
ku ketuk pintu hingga tiga kali. Akhirnya ada seorang laki-laki berparuh baya
membukakan pintu ternyata itu ayahku.)
“ Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuhu,( langsung ku peluk beliau dengan erat) mana ibu yah kok gak
kelihatan.” Kataku
”
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuhu”. Kata ayah
“
kok ayah diam sih, gak jawab pertanyaanku. Dimana ibu yah aku kangen banget nih
yah.” Kata ku
“
eh, kakak dah pulang. Pasti kakak capek nih da segelas air the di minum dulu”.
Kata silva adikku
“
maafkan ayah nak, ibu.. mu.. sudah tiada meninggal sekitar dua minggu lalu.”
Kata ayah dengan nada yang parau
“(
terkejut). Apa..?, kok ayah tidak memberitahukanku terlebih dahulu. Apa ayah
sudah lupa kalau aku adalah anaknya. Aku juga kan ingin melihat proses pemakaman
ibu”. Kata ku
“
( air mata jatuh secara perlahan) sebenarnya ayah ingin memberitahukanmu waktu
itu lewat telepon tapi kamu tidak menjawab- jawab. Ayah kira kamu sedang sibuk
UAS. Ayah takut kamu tidak bisa mengerjakan, banyak beban nantinya dan menjadi pikiran.”. Kata ayah dengan nada
merintih
“
jadi gitu ya yah, maafin reza sudah menyalahkan ayah tadi”. Kataku sambil
mengusap air mata ayah
“Nih
ada sepucuk surat dari Ibumu tolong di baca ya.” Kata ayah
“
baik ayah..” kataku
ku buka surat dari ibu secara perlahan. Sambil mengenang masa lalu
ku dengannya. Ku menangisi semua kesedihanku di kamar. Air mata yang membasahi
seluruh wajahku seperti laksana hujan yang kubangan di atas tanah. Hatiku pilu
dan sedih kehilangan sosok yang sangat ku banggakan selama ini tentang
petuah-petuah yang di sampaikannya kepadaku. Nasehat yang diberikan selama ini
bermanfaat sekaligus berguna bagiku dan selalu mengenang di dalam lubuk hati.
Rasanya aku belum bisa memberikan sesuatu untuknya. Aku belum pernah membuatnya
tersenyum dengan penghargaan atau prestasi yang pernah ku raih. Ku hanya
menjadi beban dan pikiran beliau. Pernah ku menyakiti hati beliau, ketika ibu
ingin aku menjemput adikku silva dari sekolah waktu itu ku menolaknya. Akhirnya
beliau memarahiku karena silva pulang dengan seseorang laki-laki untungnya dia
bukan penculik. Ketika itu aku merasa bersalah sekali kepada adik dan ibuku.
Mengingat kejadian itu aku tidak akan pernah melupakan rasa bersalahku kepada
sang anak dengan ibundanya.
(
langsung ku baca surat terakhir ibu. )
Dari : Ibunda
Kepada anakku reza,
Mungkin ketika kamu membaca surat
ini, berarti ibu sudah meninggalkan kalian semua. Maafkan ibu kalau punya salah
terhadapmu Reza
dan belum menjadi orang tua yang baik buat kamu dan silva.
Maafkan ibu nak, belum memberitahumu tentang penyakit
yang ibu derita selama ini. Ibu tidak ingin kamu menjadi beban nantinya ketika
kamu sedang menimba ilmu pengetahuan. Tapi dalam surat ini ibu ingin di antara
kita tidak ada kebohongan. Ibu menderita penyakit kanker paru- paru. Dan ketika
kamu sudah memasuki bangku perkuliahan penyakit itu menyerang ibu. Sengaja ibu
bilang ke ayah untuk tidak menyembuhkan penyakit ini, agar semua tabungan ayah
hanya untuk kalian berdua anakku. Kalian
masih punya tanggung jawab untuk menuntut ilmu.
Terima kasih Reza sudah menjadi anak yang
baik, ramah dan penurut serta patuh kepada orang tua. Ibu bangga terhadapmu
Reza, kamu tidak pernah mengeluh dengan semua masalah yang kamu hadapi selama
ini. Kamu selalu tegar menghadapi cobaan yang begitu berat.
Tapi
hanya dua permintaan ibu terhadapmu anakku, yang pertama, tolong jaga adikmu
silva. Ibu titip kepadamu bimbing ia menjadi wanita yang sholehah dan baik.
Yang kedua, mungkin bagimu berat untuk menerima permintaan yang kedua ini. Ibu
sudah mencarikan universitas bagimu yang cocok untukmu tapi hati ibu masih gak
yakin dengan hal itu, kamu bisa menjalankannya atau tidak karena kuliah di luar
belum tentu Reza melaksanakan kewajiban shalat. Ibu khawatir entar kamu lalai
dalam mengerjakan perintah dari Allah SWT. Belum pergaulan di luar masih rawan
dengan hal-hal yang negatif yang bisa merusak keimananmu nantinya. Jadi, ibu
harap kamu dapat meneruskan kuliah di kampusmu sekarang. Itu saja permintaan ibu
kepdamu nak, semoga ke depannya kamu dapat bermanfaat dan berguna bagi nusa
maupun bangsa. Bunda selalu menyayangimu Reza...
Dan ketika itu ku sudah membaca surat
terakhir ibu, langsung ku kirim sms kepada temen-temenku. Bahwa aku sudah tekad
untuk meneruskan perjuanganku bersama mereka. Ku ceritakan semua mengapa aku
tiba-tiba berubah fikiran dan ingin melanjutkan studyku di kampus yang sedang
ku pijaki melalui via pesan sms.
( tiba-tiba hpku berdering ternyata Wisnu menjawab pesan.
Ku terkejut membaca sms dari Wisnu.)
From : Wisnu
Oh,
ternyata kamu ingin melanjutkan perjuangan di kampus kita. Setelah kamu
jelaskan tiba-tiba kamu berubah fikiran mungkin itulah jalan yang terbaik dari
Allah SWT. Tapi aku tidak reza, ku berbeda denganmu orang tua tak ingin jauh
dariku. Mereka sudah mendaftarkanku ke kampus dekat rumah. Maaf keputusan ini
mendadak bagimu dan juga yang lainnya. Titip salam buat semuanya , semoga
berhasil yah.
To
: Reza
(Dan setelah selang waktu beberapa jam Sandi menjawab
pesanku juga).
From : Sandi
Maaf
reza, ku gak bisa memenuhi janjiku kemaren tentang meneruskan perjuanganku di
kampus kita. Dikarenakan ayahku meninggal dunia ketika kita yudisium pengabdian
kemaren. Akulah anak pertama yang harus memenuhi kebutuhan adikku reza. Maka
dari itu, setelah ini aku melamar pekerjaan dan alhamdulillah sudah di terima
di sebuah perkantoran, walaupun jadi karyawan. Perusahaan itu milik pamanku.
Kalau kamu ingin lanjut aku bersyukur sekali diantara kita ada yang lanjut. Salam
buat semua yang lanjut yah, semoga berhasil.
To
: Reza
Ketika
ku mendapat dan membaca sms dari temenku, perasaan sedih dan duka tercampur
aduk menjadi satu. Entah kenapa yang tadinya aku bertekad untuk meneruskan
kehidupanku di luar justru sekarang malah berbalik. Aku tidak tahu mengapa
tuhan memberikan jawaban atau jalan seperti ini?. Kadang apa yang manusia inginkan
belum tentu Allah kabulkan begitu saja. Allah memberikan apa yang manusia
butuhkan bukan apa yang menjadi keinginannya.
Setelahku
melanjutkan perjuangan di kampus pada tahun ajaran baru. Ku merasakan ada
banyak hal-hal positif yang ku dapat. Bahkan ku mendapatkan kilauan cahaya yag
begitu dahsyat dari kampus ini. Kilauan cahaya putih yang menghidupkan suasana
kampusku begitu bersinar sampai ku enggan dapat melihat kilauan cahaya putih
yang datang kepadaku. Kilauan tersebut membentuk nama Universitas Darussalam “
the fountain of wisdom”. Sinaran cahaya itu sekarang merasuk ke dalam jiwa ini.
Aku harus bangga terhadap semua yang ada di kampus ini. Begitu banyak
pengetahuan yang ku terima selama ini. Sekarang ku harus bersemangat untuk
menempuh hidupku lebih baik. Dan ku berharap semoga temen-temenku bisa lebih
sukses di luar sana.
Biodata penulis
Nama: Purwo Hadi Santoso
Alamat : RIAU
TTL : Ponorogo, 18 MEI 1994
Sekolah asal : Kampus Manajemen Bisnis Universitas
Darussalam Mantingan,Ngawi.
Fakultas / Prodi : FEM / Manajemen Bisnis
No. Hp: 085235761042
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment