“Pengulasan
Kembali Dengan Memfungsikan Peran Program Acara Televisi Dalam Pembentukan
Moral Dan Penyebarluasan Informasi Demi Menyongsong Kemajuan Bangsa Indonesia”
Essay
Competition
Festival
UNIDA
OLEH :
Purwo Hadi
Santoso
NIM: 35.2014.42.10.09
KAMPUS
MANAJEMEN BISNIS
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS
DARUSSALAM GONTOR
2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT yang telah memberikan Taufik, nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesehatan dan kesempatan hingga saya dapat menyelesaikan karya ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti.
Karya ini
disusun sebagai bentuk keikutsertaan saya dalam kegiatan Akbar “Festival Unida”
yang diselenggarakan oleh Universitas Darussalama Gontor di Kampus Pusat
Siman-Ponorogo. Saya ucapkan ribuan terima kasih kepada ketua koordinator Kampus Manajemen Bisnis Mantingan-Ngawi dalam
kegiatan festival ini yang telah memberikan kesempatan untuk turut andil
mengambil bagian dari keikutsertaan dalam kegiatan mewakili kampus. Dan juga
banyak ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
karya ini dapat di selesaikan dengan sebaik-baiknya.
Saya menyadari
bahwa pastinya masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan
karya tulis ini walaupun telah berusaha menyusunnya dengan sebaik-baiknya, maka
dari itu saya mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca dan segenap dosen
demi kesempurnaan karya ini.
Saya berharap semoga
karya tulis ini mampu memberikan informasi bagi seluruh pembaca, bermanfaat
untuk menambah wawasan dan membuka cakrawala sudut pandang serta mengembangkan
ilmu pengetahuan juga pintu wawasan bagi kita semua.
Mantingan, Februari 2016
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang.
Perkembangan
televisi terjadi sangat cepat sejalan dengan perkembangan teknologi global.
Televisi berperan sangat besar dalam pembentukan pola pendapat masyarakat umum
konsumen televisi, bahkan efeknya tidak berhenti sampai disitu. Televisi juga
mampu membentuk pola sikap dan perilaku para konsumennya[1].
Disamping
terus berjalannya perkembangan teknologi. Perkembangan sosial, budaya, politik
dan juga ekonomi juga keamanan tidak bisa dipisahkan dari pengaruh televisi.
Hingga munculnya sebuah teori bahwasannya televisi dan media massa pada umumnya
memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan memicu gerakan-gerakan sosial
masyarakat, disamping manfaat positifnya yang memberikan secercah edukasi dan
pengetahuan baru bagi para penikmatnya.
- Perumusan Masalah.
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka saya merumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini, yaitu:
a) Penayangan
sinetron yang tidak mendidik.
b) Tayangan
berita merugikan.
c) Peran KPI[2]
yang tidak semestinya.
d)
Stigma yang terbentuk akibat tayangan televisi.
- Tujuan Penelitian.
Adapun
tujuan dari penelitian dari topik ini yang dilakukan oleh penulis adalah
sebagai berikut:
a) Agar para
pembaca dan masyarakat sadar akan pentingnya memilih dan memilah tayangan
televisi.
b) Mengulas
kembali serta berusaha menegakkan undang-undang penyiaran yang mulai
dikesampingkan oleh para pihak terkait.
- Metode dan Teknik Pengumpulan Data.
Untuk
mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan, saya menggunakan metode
observasi dan kepustakaan. Aadapun teknik-teknik yang dipergunakan adalah
sebagai berikut:
a) Pengamatan Langsung. Penulis melihat langsung dan mengamati
tayanagn-tayangan televisi serta dampak yang ditimbulkan olehnya.
b) Wawancara/Observasi. Penulis mengadakan tanya-jawab dengan beberapa
narasumber dari berbagai kalangan meliputi masyarakat awam, kaum akademisi
(mahasiswa dan dosen), yang dirasa mampu memberikan timbal balik yang sesuai
dan dapat dipertanggung jawabkan kredibilitasnya terhadap pertanyaan yang
dilontarkan.
c) Studi Pustaka. Penulis membaca buku-buku, tulisan, artikel, makalah
yang berhubungan dengan topik yang dibahas dalam karya tulis ini.
BAB II
PEMBAHASAN
- Penayangan sinetron sebagai program hiburan televisi.
Dewasa ini
berbagai stasiun televisi swasta berlomba-lomba membuat dan menanyangkan
sinetron hiburan demi menarik para penonton. Namun sangat disayangkan bahwa,
sebagian besar tayangan sinetron yang dipertontonkan sangat sedikit sekali
mengandung nilai moral, bahkan bisa disebut acara tersebut tidak mendidik. Hal
ini bertentangan dengan bunyi undang-undang republik indonesia nomor 32 tahun
tentang penyiaran pasal 5b[3],
dimana menjaga dan meningkatkan moralitas merupakan unsur penting dalam siaran.
Selain itu perlu dilihat dan ditinjau kembali bahwasannya isi sebuah siaran
harus memiliki manfaat sesuai bunyi pasal 36 ayat 1[4].
Dalam kasus ini saya coba mengambil contoh beberapa sinetron yang menurut para
masyarakat dan konsumen televisi acara ini tidak layak tayang, yaitu acara
sinetron dengan judul serial GGS dan AJ. Adegan-adegan dan tingkah laku para
tokoh dalam acara ini sungguh tidak patut untuk diikuti, walaupun serial GGS sudah tutup tayang, namun dampak
dari acara tersebut masih terasa hingga kini. Setali tiga uang dengan GGS, serial sinetron AJ juga tak jauh berbeda dengan pendahulunya
itu. Bergulir di dunia tayang Indonesia hanya sebagai hiburan tak bermutu dan
justru membawa dampak negatif kepada remaja dan pemuda bangsa. Walaupun
beberapa tayangan sinetron di Indonesia masih terdapat sisi positif, namun
kebanyakan alur cerita berubah menjadi sinetron pada umumnya, sekedar menghibur
tanpa mengandung unsur pesan-pesan positif yang dapat diambil nilai pelajaran
dan hikmah. Dan akhirya turut menjadi bagian tayangan yang tidak berkualitas
dan kurang pantas untuk dikonsumsi pemirsa televisi. Program-program hiburan
lain seperti program musik juga sejalur dengan sinetron. Sisi negatif yang
terkandung melebihi sisi positif hingga menjadi hiburan yang justru merusak.
Padahal banyak tema yang kiranya lebih pantas diusung menjadi tontonan yang
tidak hanya menghibur namun juga menjadi sumber pelajaran, penambahan wawasan,
peningkatan moral dan mentalitas, para konsumen televisi di Indonesia.
- Penyebarluasan informasi dan berita terkini di televisi.
Informasi
dan berita merupakan kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat, bahkan beberapa
dari masyarakat tak berdaya apabila berita maupun informasi yang dibutuhkan
tidak terpenuhi. Dan disinilah peran televisi melalui stasiun-stasiun swasta
maupun nasional milik negara dibutuhkan sebagai penyampai dan penyebarluas
berita terhadap masyarakat dan khalayak ramai. Hal ini juga tercantum di dalam
UU No32 tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 5i[5]
dimana stasiun televisi wajib menyiarkan informasi yang benar, seimbang, dan
bertanggung jawab. Dari poin ini maka dapat kita lihat bahwa kenyataan
penyiaran berita di media televisi Indonesia tidak sesuai dengan bunyi
undang-undang yang berlaku. Dimana dalam kenyataan lapangan, berita yang
disiarkan tidak seimbang karena bila ditinjau, berita-berita yang ditayangkan
media lebih banyak merupakan berita negatif dan terkesan dibesar-besarkan dan
diulang-ulang. Hal ini dapat menimbulkan stigma dan mindset negatif para penonton televisi dari segi psikologis. Dalam
beberapa studi penelitian pernah dipraktikkan, seseorang diminta untuk menyebut
berulang-ulang kata-kata “putih” sebanyak 30 kali, kemudian setelah penyebutan
ke-30 diberi pertanyaan “apa minuman seekor sapi?” maka orang tersebut menjawab
secara spontan dengan mengatakan “susu” hal ini terjadi karena sebelumnya
terpatri di fikiran orang tersebut kata “putih” dan apabila ditanya minuman
seekor sapi, yang mana jawaban yang tepat adalah “Air” tapi justru menjawab
“Susu” karena hasil dari pengulangan yang sebelumnya diintruksikan maka menimbulkan jawaban yang tidak sesuai,
ini juga bisa disebut dengan Brainwash.
Sama dengan penayangan berita ditelevisi, apabila berita yang selalu
ditampilkan adalah berita negatif seperti tindak kriminal, bencana, masalah
sosial, masalah politik tanpa adanya penyeimbangan dengan ditayangkannya berita
tentang prestasi masyarakat, prestasi bangsa, fakta positif mengenai Indonesia,
secara tidak langsung ini akan menimbulkan stigma dan mindset negatif terhadap para penonton dan warga Indonesia pada
khususnya bahwa negeri yang mereka tinggali adalah negeri yang buruk dan
menurunkan rasa nasionalisme dan semangat memajukan serta bela negara. Selain
itu penyiaran berita di Indonesia masih kurang memenuhi kriteria bertanggung
jawab, dimana berita yang disiarkan masih mendahulukan kepentingan pemilik
stasiun televisi demi membentuk propaganda dan menyajikan keuntungan bagi
golongan tertentu, ini dapat terlihat jelas ketika memasuki masa-masa pemilu,
dan juga banyak pengalihan berita yang ditimbulkan untuk memenuhi kepentingan
busuk para politikus. Sebagai contohnya berita mengenai berita keracunan kopi
sangat dibesar-besarkan, padahal korban maupun pelaku tidak memiliki latar
balakang yang berpengaruh. Berbeda dengan kasus pembunuhan seorang aktivis yang
terjadi di akhir era 90-an yang mana berita tersebut ditutup-tutupi dan tidak
ada penyelesaian dan pengusutan tuntas, padajal sudah jelas latar belakang
korban adalah orang yang berbengaruh banyak terhadap golongan masyarakat.
- Peran KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) terhadap tayangan di televisi.
Sebelum
membahas peran dari KPI, ada baiknya kita meninjau pengertian dari KPI itu
sendiri. KPI adalah lembaga negara yang bersifat
independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran[6].
Wewenang KPI dalam menjalankan tugasnya[7]:
a. menetapkan standar program siaran;
b. menyusun peraturan dan menetapkan
pedoman perilaku penyiaran;
c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan
pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh
informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;
b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur
bidang penyiaran;
c. Ikut membangun iklim
persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;
d. Memelihara tatanan informasi nasional
yang adil, merata, dan seimbang;
e. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti
aduan, sang-gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan
penyiaran; dan
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber
daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Dari poin-poin diatas dapat kita ketahui standar tugas
KPI sebagai pihak yang berwenang. Namun belakangan ini banyak tugas dan
kewajiban KPI yang perlu disorot, terutama di poin (a, d, e). Mengapa begitu?
Sesuai fakta-fakta yang terjadi dan bergulir di lapangan, masyarakat sebagai
konsumen penyiaran tidak lagi mendapat informasi yang layak dan benar. Tatanan
informasi tidak lagi seimbang. Dan apresiasi masyarakat mengenai
tayangan-tayangan yang tidak pantas dan tidak mendidik agar segera ditutup
terkesan tidak digubris dan tidak ada kejelasan lanjutan terhadap apresiasi
yang mungkin telah ditampung. Justru yang terjadi, tontonan ringan anak-anak
dihapus dengan alasan mengandung unsur-unsur kekerasan dan beberapa alasan yang
tidak masuk akal, sensor yang diterapkan bahkan hanya ke tayangan kartun, tidak
diterapkan pada aktor-aktor yang dengan mudahnya mengumbar bagian-bagian tubuh
yang tidak patut dipertontonkan karena tidak sesuai dengan norma sosial dan
agama di Indonesia. Maka ini adalah keganjilan yang harusya perlu ditinjau dan
diselesaikan. Karena sudah jelas pada penjelasan diatas fungsi dan wewenang
dari KPI namun pada kenyataannya kurang berjalan sesuai pedoman undang-undang
yang berlaku.
- Stigma dan pola fikir, sikap, dan perilaku yang terbentuk dimasyarakat akibat televisi.
Pada
dasarnya televisi merupakan konsumsi publik dan media elektronik yang paling
banyak dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Lebih dari 2/3 penduduk Indonesia
menyaksikan berbagai acara dan program-program televisi tiap harinya. Dalam
pemanfaatan media televisi harus memiliki standarisasi seperti penyiaran harus
disusun dan bersumber pada nilai-nilai agama, moral dan perundang-undangan yang
berlaku juga norma-norma yang diterima oleh masyarakat umum. Agar dampak yang
ditimbulkan dari media televisi adalah dampak yang positif. Namun yang terjadi
saat ini jauh dari harapan. Banyak para remaja bahkan anak-anak terjebak dalam
pengaruh negatif tayangan yang beredar. Pola pikir, sikap, perilaku mereka
tidak terpuji. Bahkan melewati batas-batas norma bangsa. Jauh dari kebudayaan
asli Indonesia, yang santun dan menjunjung tinggi gotong royong, berubah menjadi
pribadi yang kasar brutal dan lebih mementingkan diri sendiri. Padahal telah
tercantum dalam undang-undang bahwa salah satu peran dan kewajiban lembaga
penyiaran adalah memajukan budaya bangsa[9].
Sedangkan dalam kenyataannya sebagian besar tayangan yang berada di Indonesia
adalah hasil adaptasi dan tiruan konsep-konsep acara televisi dari luar negeri
terutama dari barat yaitu amerika dan eropa yang mana budaya yang berlaku
disana dan budayaasli Indonesia itu sendiri merupakan budaya yang sangat jauh bertolak
belakang antara budaya barat dan budaya timur ditinjau dari berbagai segi
aspek-aspek yang ada.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan.
Dari
berbagai penjelasan dan uraian diatas. Kita dapat mengambil beberapa hal
penting dimana media televisi merupakan salah satu hal yang memiliki pengaruh
kuat terhadap masyarakat. Saat ini tayangan, berita, informasi, program acara
televisi lebih banyak memberikan dampak negatif daripada dampak positif . Maka
diperlukan tatanan ulang kembali demi membentuk standarisasi tayangan televisi
yang positif. Agar terbentuknya moral generasi bangsa yang baik. Menyebarnya
informasi dan berita yang sehat dan dari dua hal tersebut dapat memicu kemajuan
bangsa Indonesia.
- Saran.
Diperlukannya
program-program acara televisi yang positif. Dan mengulas kembali tanggung
jawab serta wewenang pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam mengawasi
kegiatan pertelevisian di Indonesia agar undang-undang yang sudah baku dapat
dijalankan kembali demi berkembangnya bangsa melalui peran media televisi.
Daftar Pustaka
Kitab Undang-undang Negara
Republik Indonesia
Biodata
Nama: Purwo Hadi Santoso
Alamat: RIAU
TTL: Ponorogo, 18 MEI
1994
Kampus asal: Kampus
Manajemen Bisnis Mantingan-Ngawi
Fakultas/Prodi:
FEM/Manajemen
No.Handphone: 0852 3576 1042
catatan kaki :
[4] Bunyi
pasal “Isi
siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga
persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya
Indonesia.”
0 comments:
Post a Comment